Sekukuh Yaakub, Seteguh Yusuf

Buat semua yang bernama anak, inilah puisiku untukmu:

Ingin kubisikkan resah seorang ayah

resah kita bersama

resah warisan lama

berkesinambungan sejak zaman silam

imbauan kisah Yaakub dan Yusuf Alaihisalam

Bila harapan suci seorang ayah telah diuji

bayangkan betapa terkejutnya Yaakub

menerima khabar kematian Yusuf.

Namun, jauh di sudut hati tetap tidak gementar

dia yakin Yusuf tetap dipelihara Allah

walaupun di tangannya baju yang berdarah.

Ah, siapakah tidak tergugah bila berpisah?

Dan menangislah Yaakub menanggung resah seorang ayah.

Matanya menjadi buta, tetapi hatinya terus bercahaya

"Yusufku, Yusufku.. Demi Ilahi dia pasti kembali."

Lalu terjadilah tribulasi demi tribulasi

tragedi demi tragedi

Yusuf terjual menjadi hamba, terfitnah oleh wanita,

terasing dipenjara

Namun akhirnya Yusuf ternama

menjadi menteri mencatur ekonomi

Siasahnya menyelamatkan negara

Akhirnya Yusuf pulang kepada Yaakub

Pertemuan itu sudah termaktub.

Sudah beberapa dekad pula kita genggam anugerah itu

kita cuba perkukuhkan amanah demi hari.

Adakalanya kita tegak berdiri dengan ampuh

tetapi ada masanya kita terjatuh

dilanggar dan dirempuh

taufan kehidupan ini tidak sudi simpati.

Dengan sepercik iman, sekelumit keyakinan,

kita harungi jua badai penderitaan

Sesungguhnya titipan Tuhan ini bukan khayalan

kehadiran putera dan puteri adalah kenyataan

walaupun perjalanan peristiwa kekadang 

sepantas imbauan.

Ah, rasanya baru semalam, kita dipanggil anak

tapi hari ini, sudah bergelar ayah

Dulu, kita dibelai dan dimanja

namun kini kita dipagut susah, dipaut derita.

Oh, sedar-sedar sudah putih rambut di kepala

sudah berkedut garis di muka, usia sudah di ambang senja

mentari hidup kian redup, sudah hampir ke episod penutup.

Walaupun sesekali, terasa ingin berkejaran di tepi denai

atau berenang-renang ke sungai

Tapi siapakah mampu memutar kembali jarum waktu?

Yang berlalu, terus berlalu, terlalu laju.

Yang tinggal hanya kenangan,

yang kekal sebagai ingatan.

Ah, musim bermain hujan telah berlalu,

Kini musim bermandi hujan.

Marih kita ingat detik kelahiran mereka,

seorang demi seorang  

Bersama isteri di sisi, kita nikmati tangisan pertamanya

Lalu kita azan di telinga kanan, iqamat di telinga kiri
Kita ukirkan kalimat tauhid di kanvas hatinya yang suci
Itulah bekal utama, jati dirinya yang pertama
dan termaktub sudah janji di sisi Allah
Anak, kaulah hamba dan kaulah khalifah
Dan aku adalah ayahmu, pemegang amanah safarmu yang fana

Lalu bermulalah kembara anak di alam dunia.
Satu kembara yang panjang
bagi mereka yang alpa, masa terbuang sia-sia.
Satu kembara yang pendek
bagi mereka yang cerdik, masa terisi dengan baik

Kenalkan dahulu anak kepada Tuhan
Katakan Tuhan itu Ada, Esa, Agung dan Perkasa
Lihat awan dan bulan, itu semua Tuhan jadikan
Nun di sana burung dan ikan
Tuhanlah yang memberinya makan
Kalau di situ ketika anaknya bertanya,
'Ayah, kenapa  mendung begini?'
Katakan, 'Tuhan ingatkan kita supaya hargai nikmat mentari'

Walaupun masih di tahap fikrah terendah
anak mesti diajar mentauhidkan Allah
Kuasa hafalannya, terokailah
Kecepatan menirunya, manfaatkanlah.
Semuanya menuju satu
Segala terjurus lurus
Awwaluddin makrifatullah!

Bangkitlah di fajar Subuh,
dirikanlah solat berjemaah
Pimpin makmum kita,
tadahkan tangan bersama-samanya
Tagihlah simpati Ilahi
Gamitlah nur Rabbani
Ya Allah berkatilah hidup ini.
Pertingkatkanlah iman dan amal kami
Permudahkanlah langkah kami mencari rezeki
Agar yang halal-halal sahaja membajai dana rumah tangga ini

Jauhkanlah dari yang haram dan syubhat.
Janganlah hendaknya zuriat ini dibesarkan oleh usaha yang jahat
Biar tenggelam bermandi peluh menggenggam tanah sawah,
dari santai dibuai mewah menuai rasuah.
Darah, daging dan nafas hidup ini wajib ditempa dari rezeki yang bersih
Mudah-mudahan  anak kita menjadi insan terpilih
Anak yang soleh.
Jangan dibesarkan anak dengan rezeki yang haram
Nanti hatinya menjadi hitam
Didikan yang baik takkan meninggalkan kesan

Lepaskanlah anak ke persada buana.
Jangan dikurung, nanti jadi pemurung.
Biar mereka hirup udara kebebasan dan kemerdekaan.
Namun awasi langkah dan teliti tingkahnya.
Bekalkan ilmu buat mereka menyuluh.
Agar mereka tahu menilai pahala.
Arif mengenal dosa.

Selalulah berdamping dengannya.
Dengarkan luahan katanya yang tersurat.
Fahamilah isyarat dalamannya yang tersirat.
Kekadang mereka malu hendak menjelaskan, kitalah yang patut dahulu mentafsirkan.
Adakalanya mereka bertanya dalam bercerita.
Pandai-pandailah kita menjawabnya dalam selamba.

Istigamahkan didikan, berilah pimpinan.
Sesungguhnya tugas ini sulit sekali, justeru kita pun selalu tersasar
Sering juga kita melakukan yang mungkar.
Namun itu bukan alasan untuk menyerah kalah.
Jadilah seorang ayah... yang selalu  bermujahadah.

Ah, esok anak-anak kita pula akan menjadi ayah.
Bagaimana ya? Aduh... resah lagi.

Semoga kita terus memiliki hati sekukuh Yaakub.
Agar anak-anak kita menjadi seteguh Yusuf. Dan semoga kisah itu akan tetap agung, terus bersambung...
kisah resah seorang ayah!

Pahrol Muhammad Juoi
02 Februari 2014